|
SIUP
|
SIPI/SIKPI
|
SIKPI
NON PERIKANAN
|
Masa Berlaku
|
Selama Melakukan
Usaha Perikanan
|
1 Tahun
|
1 Tahun
|
Jk Waktu dan
Jenis Perubahan
|
>1 Tahun, Kecuali
perubahan administrasi dan penambahan alokasi bagi yang sudah realisasi 100%
|
> 3 Bulan:
SIUP, Spesifikasi Kapal/ API, DOP/ Pel. Pangkalan
|
>6 Bulan:
SIUPAL, gambar rencana umum kapal, tanda kebangsaan bagi kapal asing
|
Perubahan yang
Dikenakan Pungutan
|
-
Alasan
Perubahan
-
FC SIUP
yang akan diubah
-
Data Adm/ Renc Usaha Baru
-
Pernyataan
ttg kebenaran data
|
-
Jenis
Perubahan SIPI/SIKPI
-
FC. SIUP
-
FC SIPI/
SIKPI yang akan diubah
-
FC Buku
Kapal
-
Spesifikasi
kapal/ API bila berubah
|
a.
Jenis
Perubahan SIKPI
b.
FC SIUPAL
c.
FC SIKPI
yang akan diubah
d.
FC Gross
Akte
e.
FC paspor
/ seamen book
f.
FC Tanda
kebangsaan kapal
g.
General
arragement
|
Persyaratan
Penggantian
|
-
SIUP/SIPI/SIKPI
asli yang rusak
-
Surat
keterangan kehilangan dari kepolisian dalam hal SIUP/SIPI/SIKPI hilang
|
Minggu, 12 Agustus 2012
Masa Berlaku/Perubahan/Penggantian SIUP/SIPI/SIKPI
f. Tambahan Persyaratan Khusus SIUP SIKPI
Jenis Kapal Penangkapan Ikan (SIPI)
|
Tambahan Persyaratan
|
Fasilitas
penanaman modal asing
|
FC Pendaftaran
Usaha dan Persetujuan di Bidang Penanaman Modal
|
Usaha Perikanan
Tangkap Terpadu
|
1. Laporan pelaksanaan pembangunan UPI
Min 85% Dari Rencana Usaha Pembangunan
UPI
2. FC SKP Yang Masih Berlaku, Yang Sudah
Punya UPI
|
Laut Lepas
|
1.
Identitas
Kapal, Format RFMO
2.
Rencana
Target Spesies
3.
Surat
Pernyataan Tidak tercantum dalam daftar IUUF
|
Satuan Armada
|
Daftar Kapal
Penangkapan dan Pengangkut ikan serta jenis API yang digunakan dalam Satuan
Armada
|
Kerja Sama Usaha
|
1. Daftar Perusahaan Perikanan Tangkap dan
Perusahaan pengolah, serta daftar kapal penangkap ikan dalam kerjasama usaha
yang diterbitkan Dirjen
2. Akte perusahaan/ perjanjian kerja sama
usaha yang disahkan Notaris
|
Jenis Kapal Penangkapan Ikan (SIKPI)
|
Tambahan Persyaratan
|
Fasilitas
penanaman modal asing
|
FC Pendaftaran
Usaha dan Persetujuan di Bidang Penanaman Modal
|
Usaha Perikanan
Tangkap Terpadu
|
1.
Laporan
pelaksanaan pembangunan UPI Min 85%
Dari Rencana Usaha Pembangunan UPI
2.
FC SKP
Yang Masih Berlaku, Yang Sudah Punya UPI
|
Sentra Nelayan
|
1. Kapal Dalam Negeri Maximal 200 GT
2. Daftar nama SN yang menjadi tempat muat
ikan hasil tangkapan
3. Rekomendasi SN dari Dinas Kab/Kota
|
Tujuan Ekspor
|
1. Rencana Pelabuhan pangkalan
2. FC surat tanda kebangsaan kapal untuk
kapal asing
3. FC SU Internasional Untuk Kapal Asing
4. FC Paspor/ seaman Book dan Foto Nakhoda
4 x6 2 lbr dan daftar abk
|
Kerjasama Usaha/
Kesatuan Manajemen Usaha
|
1. Daftar Perusahaan Perikanan Tangkap dan
Perusahaan pengolah serta daftar kapal pengangkut yang menjadi satu kesatuan
manajemen/ kerja sama usaha
2. Akte Perusahaan/ Perjanjian kerja sama
usaha yang di sah kan notaries
3. Daftar kapal yang menjadi satu kesatuan
manajemen/ kerjasama usaha yang disetujui dan diterbitkan Dirjen
|
e. Perpanjangan SIPI/SIKPI/SIKPI Non Perikanan 2012
SIPI/SIKPI
|
SIKPI NON PERIKANAN
|
Dapat diajukan 3 bulan sebelum masa berlaku SIPI/SIKPI/SIKPI Non
Perikanan berakhir
|
|
Persyaratan
Permohonan Perpanjang
-
FC. SIUP
-
FC Buku
Kapal Perikanan
-
Pernyataan
menggunakan perwira ANKAPIN dan (diatas 30 GT) serta QC SPI (Bagi Kapal
>100 GT)
-
Surat Keterangan Kalabuhan (Berpangkalan dan
mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan sesuai SIPI/SIKPI)
-
Loog Book
Penangkapan ikan
-
Pernyataan
telah melaksanakan pemulihan SDI dari asosiasi/ Himpunan
-
FC.
Faktor Pembelian BBM dari agen resmi (Bagi Kapal yang membeli BBM Non
subsidi)
-
Surat
Keterangan Dirjen. P2HP telah selesai membangun UPI atau yang memiliki UPI
yang bersertifikat SKP (bagi Usaha PTT)
|
Persyaratan
Permohonan Perpanjangan:
-
FC
SIUPAL, menunjukan aslinya
-
FC Gross
Akte, menunjukan aslinya
-
General
Arrangemen termasuk Spesifikasi Teknis
-
FC. Surat
Tanda Kebangsaan Kapal dan FC Surat Ukur Internasional (bagi kapal asing)
-
FC KTP
Penanggung jawab Perusahaan/ pemilik kapal
-
FC
Paspor/ seamen Book dan Foto Nakhoda, 4 x 6 = 2lbr
-
Rekomendasi
pengawakan Tenaga Kerja Asing (Bila menggunakan tenaga kerja asing)
-
Kerjasama
Perusahaan Perikanan yang membutuhkan jasa pengangkutan ikan disahkan
-
Surat
Pernyataan atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan pemilik kapal/
penanggung jawab perusahaan
|
Apabila dalam waktu 1 bulan sejak
berakhirnya masa berlaku SIPI/SIKPI tidak dilakukan perpanjangan, maka
ketentuan perpanjangan SIPI/SIKPI diberlakukan = ketentuan penerbitan
SIPI/SIKPI baru
|
Senin, 06 Agustus 2012
tahun 2015 indonesia meningkatkan produksi perikanan
Berdasarkan data FAO, pada kurun 1999-2004 kebutuhan ikan dunia
mengalami peningkatan sebesar 45% dan diproyeksikan akan terus mengalami
peningkatan di masa mendatang. Berpijak pada konsisi itulah, Indonesia
bertekad untuk menjadi negara penghasil produk kelautan dan perikanan
terbesar pada tahun 2015. Tekad tersebut didasari fakta bahwa Indonesia
memiliki potensi Sumberdaya Ikan (SDI) melimpah dan beragam, serta area
budidaya yang dapat dipacu untuk meningkatkan produksi perikanan
nasional. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel
Muhammad pada acara Seminar Nasional Perikanan Tangkap ke-III yang
dilaksanakan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB di Bogor (9/11).
Indonesia sejauh ini telah berperan baik dalam perikanan dunia, namun masih sangat terbuka peluang untuk dapat dioptimalkan. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan produksi perikanan tangkap terbesar ke-4 dunia setelah China, Peru, Amerika Serikat, dan Chili. Namun dari sisi jumlah, produksi Indonesia masih terbilang kecil, yakni 5,05% dari total perikanan tangkap dunia yang mencapai 95 juta ton.
Dalam rangka mendorong pengembangan perikanan tangkap sehingga dapat mewujudkan visi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), sub sektor ini masih terkendala oleh beberapa permasalahan yang harus dicarikan solusinya, antara lain: (1) ketidakseimbangan pemanfaatan SDI antar Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), (2) armada perikanan tangkap nasional yang masih didominasi armada skala kecil, (3) belum optimalnya dukungan infrastruktur pelabuhan perikanan baik dari sisi jumlah maupun kelengkapan fasilitas, dan (4) rendahnya dukungan lembaga keuangan dan akses nelayan terhadap permodalan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan diatas, DKP akan melakukan beberapa upaya agar dapat meningkatkan peran sub sektor perikanan tangkap membantu merealisasikan visi DKP. Pertama, pemanfaatan SDI berbasis WPP yang optimal, berimbang, dan lestari. Langkah ini ditempuh melalui beberapa kegiatan, yaitu: (1) mengoptimalkan pemanfaatan SDI di WPP yang masih under fishing dengan pengembangan sarana dan prasarana di wilayah tersebut, (2) mengoptimalkan pemanfaatan potensi SDI di perairan umum daratan (PUD), seperti danau, waduk, dll, (3) meningkatkan kesadaran seluruh stakeholder dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDI serta mematuhi seluruh peraturan yang berlaku, dan (4) menyinergikan pengelolaan SDI antara daerah termasuk meredam konfik antar nelayan yang mungkin timbul, antara lain melalui revitalisasi Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (FKPPS).
Kedua, restrukturisasi armada kapal perikanan nasional sehingga mampu memanfaatkan SDI di laut lepas, melalui rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi. Untuk itu, DKP mendorong para nelayan dalam pengembangan armada skala kecil dan menengah sehingga melalukan penangkapan ikan di ZEEI dan laut lepas. Ketiga, pengembangan infrastruktur pelabuhan berstandar internasional. Dalam mendukung langkah ini akan ditempuh beberapa kegiatan, yaitu: (1) pengembangan pelabuhan perikanan khususnya di daerah yang potensial dan lingkar luar Indonesia, (2) penerapan port state measure, (3) pengembangan basis data dan informasi perikanan di pelabuhan perikanan, dan (4) pembangunan, pengembangan dan peningkatan kualitas pelabuhan perikanan UPT daerah.
Terakhir adalah peningkatan akses nelayan terhadap lembaga keuangan. Langkah ini ditempuh melalui beberapa kegiatan, yaitu: (1) inisiasi kerjasama dengan pihak perbankan, sertifikasi hak atas tanah nelayan yang dapat digunakan sebagai agunan kepada pihak perbankan, pengembangan unit Pegadaian dan asuansi di pelabuhan perikanan, (2) peningkatan kualitas kelembagaan dan SDM nelayan antara lain melalui pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Perikanan Tangkap dalam bentuk pelatihan, bantuan sarana dan prasarana,dll (saat ini telah berdiri sekitar 4.370 KUB), dan (3) menghilangkan retribusi di Pelabuhan Perikanan dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Indonesia sejauh ini telah berperan baik dalam perikanan dunia, namun masih sangat terbuka peluang untuk dapat dioptimalkan. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan produksi perikanan tangkap terbesar ke-4 dunia setelah China, Peru, Amerika Serikat, dan Chili. Namun dari sisi jumlah, produksi Indonesia masih terbilang kecil, yakni 5,05% dari total perikanan tangkap dunia yang mencapai 95 juta ton.
Dalam rangka mendorong pengembangan perikanan tangkap sehingga dapat mewujudkan visi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), sub sektor ini masih terkendala oleh beberapa permasalahan yang harus dicarikan solusinya, antara lain: (1) ketidakseimbangan pemanfaatan SDI antar Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), (2) armada perikanan tangkap nasional yang masih didominasi armada skala kecil, (3) belum optimalnya dukungan infrastruktur pelabuhan perikanan baik dari sisi jumlah maupun kelengkapan fasilitas, dan (4) rendahnya dukungan lembaga keuangan dan akses nelayan terhadap permodalan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan diatas, DKP akan melakukan beberapa upaya agar dapat meningkatkan peran sub sektor perikanan tangkap membantu merealisasikan visi DKP. Pertama, pemanfaatan SDI berbasis WPP yang optimal, berimbang, dan lestari. Langkah ini ditempuh melalui beberapa kegiatan, yaitu: (1) mengoptimalkan pemanfaatan SDI di WPP yang masih under fishing dengan pengembangan sarana dan prasarana di wilayah tersebut, (2) mengoptimalkan pemanfaatan potensi SDI di perairan umum daratan (PUD), seperti danau, waduk, dll, (3) meningkatkan kesadaran seluruh stakeholder dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDI serta mematuhi seluruh peraturan yang berlaku, dan (4) menyinergikan pengelolaan SDI antara daerah termasuk meredam konfik antar nelayan yang mungkin timbul, antara lain melalui revitalisasi Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (FKPPS).
Kedua, restrukturisasi armada kapal perikanan nasional sehingga mampu memanfaatkan SDI di laut lepas, melalui rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi. Untuk itu, DKP mendorong para nelayan dalam pengembangan armada skala kecil dan menengah sehingga melalukan penangkapan ikan di ZEEI dan laut lepas. Ketiga, pengembangan infrastruktur pelabuhan berstandar internasional. Dalam mendukung langkah ini akan ditempuh beberapa kegiatan, yaitu: (1) pengembangan pelabuhan perikanan khususnya di daerah yang potensial dan lingkar luar Indonesia, (2) penerapan port state measure, (3) pengembangan basis data dan informasi perikanan di pelabuhan perikanan, dan (4) pembangunan, pengembangan dan peningkatan kualitas pelabuhan perikanan UPT daerah.
Terakhir adalah peningkatan akses nelayan terhadap lembaga keuangan. Langkah ini ditempuh melalui beberapa kegiatan, yaitu: (1) inisiasi kerjasama dengan pihak perbankan, sertifikasi hak atas tanah nelayan yang dapat digunakan sebagai agunan kepada pihak perbankan, pengembangan unit Pegadaian dan asuansi di pelabuhan perikanan, (2) peningkatan kualitas kelembagaan dan SDM nelayan antara lain melalui pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Perikanan Tangkap dalam bentuk pelatihan, bantuan sarana dan prasarana,dll (saat ini telah berdiri sekitar 4.370 KUB), dan (3) menghilangkan retribusi di Pelabuhan Perikanan dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Alat Tangkap Pancing
Alat
Pancing
Pancing adalah salah satu
alat penangkap yang terdiri dari dua komponen utama,yaitu : tali (line) dan
mata pancing (hook). Jumlah mata pancing berbeda-beda, yaitumata pancing
tunggal, ganda, bahkan sampai ribuan. Prinsip alat tangkap ini merangsangikan
dengan umpan alam atau buatan yang dikaitkan pada mata pancingnya. Alat ini
pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama yaitu tali dan mata pancing.
Namun, sesuaidengan jenisnya dapat dilengkapi pula komponen lain seperti :
tangkai (pole), pemberat(sinker), pelampung (float), dan kili-kili (swivel).
Cara pengoperasiannya bisa di pasangmenetap pada suatu perairan, ditarik dari
belakang perahu/kapal yang sedang dalamkeadaan berjalan, dihanyutkan, maupun
langsung diulur dengan tangan. Alat inicenderung tidak destruktif dan sangat
selektif. Pancing dibedakan atas rawai tuna, rawaihanyut, rawai tetap, pancing
tonda, dan lain-lain
Pengertian Jaring angkat
Jaring Angkat
Jaring
angkat adalah suatu alat pengkapan yang cara pengoperasiannya
dilakukandengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini
terbuat dari nilon yangmenyerupai kelambu, ukuran mata jaringnya relatif
kecil yaitu 0,5 cm. Bentuk alat inimenyerupai kotak, dalam
pengoperasiannya dapat menggunakan lampu atau umpansebagai daya tarik
ikan. Jaring ini dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap
ataudengan tangan manusia. Alat tangkap ini memiliki ukuran mesh size
yang sangat kecildan efektif untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil.
Kecenderungan jaring angkatbersifat destruktif dan tidak selektif.
Contoh jaring angkat adalah bagan perahu atau rakit(boat / raft lift
net), bagan tancap (bamboo platform lift net), dan serok (scoop net).
Jenis Rumput Laut Yang di Budidaya
Perkembangan
rumput laut Indonesia begitu sangat pesat. Kenaikannya setiap tahun
sungguh mengundang decak kagum. Peningkatan produksi rumput laut secara
nasional setiap tahun mencapai ratusan ribu ton. Saat ini tidak hanya
wilayah Indonesia timur saja yang mengembangkan rumput laut namun
hampir setiap wilayah Indonesia mulai menggalakkan budidaya rumput
laut. Rumput laut di Indonesia dibudidayakan tidak hanya di perairan
laut namun dapat pula dibudidayakan di perairan payau. Ada banyak jenis
rumput laut yang tersebar di perairan wilayah Indonesia namun hanya
beberapa saja yang dibudidayakan dan perkembangannya cukup baik ketika
dibudidayakan. Rumput laut jenis apa saja itu?
Jenis-jenis rumput laut yang telah berhasil dibudidayakan di Indonesia, antara lain yaitu :
- Eucheuma cottonii Rumput Laut Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di wilayah perairan Indonesia. Perkembangan budidayanya cukup menggembirakan. Hal ini tidak terlepas dari mudahnya membudidayakan rumput laut jenis ini dan permintaan pasar yang sangat tinggi. Sentra wilayah budidaya rumput laut jenis ini terdapat di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Bali, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Barat.Eucheuma cottonii merupakan rumput laut penghasil karaginan yang sebagian besar hasilnya digunakan untuk bahan baku industri. Rumput laut Eucheuma cottonii dibudidayakan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor yang digunakan untuk industry kosmetik atau farmasi.
- Eucheuma spinosum Eucheuma spinosum masih satu jenis dengan Eucheuma cottonii dan sama-sama sebagai penghasil karaginan. Perbedaannya, Eucheuma spinosum menghasilkan karaginan jenis iota karaginan yang berupa jelly yang bersifat lembut, fleksibel dan lunak, sedangkan Eucheuma cottonii menghasilkan karaginan jenis kappa karaginan berupa jelly yang bersifat kaku, getas dan keras. Bali adalah salah satu provinsi yang mengembangkan budidaya rumput laut jenis ini.
- Gracilaria spp Rumput laut Gracilaria spp dapat tumbuh baik di perairan payau. Gracilaria spp adalah jenis rumput laut yang bersifat agarofit yaitu jenis rumput laut penghasil agar-agar. Perkembangan budidaya rumput laut jenis ini tidak sepesat jenis Eucheuma cottonii. Sentra produksi Gracilaria spp terletak di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.
- Sargassum spp Sargassum spp merupakan jenis rumput laut yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sargassum spp adalah jenis rumput laut penghasil alginat. Di Indonesia Sargassum spp satu-satunya rumput laut penghasil alginat selain Turbinaria spp. Perkembangan budidaya rumput laut jenis ini masih sangat terbatas. Oleh karena permintaannya yang masih rendah perkembangan budidaya rumput laut jenis ini tidak sepesat rumput laut Euchema cottonii dan Gracilaria spp.
Sampai saat ini baru sebatas jenis-jenis tersebut di atas yang dibudidayakan di Indonesia dan hanya Euchema cottonii dan Gracilaria spp
yang perkembangan budidayanya yang sangat menjanjikan. Sampai dengan
tahun 2009 produksi rumput laut kedua jenis tersebut, masing-masing
sebesar 2.791.688 ton dan 171.868 ton. perikanan-budidaya.kkp.go.id
Pengolahan Rumput Laut
Sebelum
mekanisasi pengolahan pascapanen rumput laut, diperkenalkan para petani
di Kabupaten Takalaar masih melakukan secara tradisional berbagai
tahap-tahap sebagai berikut.
Teknologi yang Diperkenalkan Reserta Peralatannya
Ekspor rumput laut kering Indonesia kebanyakan terdiri dari marga Euchema, Gracilaria, Gelidium dan Hypnea. Ekspor itu ditujukan ke negara-negara Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Denmark, Prancis, Selandia Baru, Amerika Serikat, Spanyol, Korea Selatan dan Jerman. Rumput laut kering untuk dapat diekspor harus memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan, seperti bebas dari kandungan kadar air, benda asing (garam, pasir, karang dan kayu) dan tidak berbau.
Masyarakat petani rumput laut Sulawesi Selatan tidak mengekspor semua marga rumput laut yang disebutkan di atas. Mereka mengekspor sesuai dengan marga yang dibudidayakannya, yaitu Euchema dan Glacilaria. Untuk membantu petani rumput laut setempat mengatasi permasalahannya telah diperkenalkan proses penanganan pasca panen baru sebagai berikut.
a. Sortasi
Pada tahap ini dilakukan pembuangan kotoran yang menempel dan rumput laut jenis lain yang tidak dikehendaki.
b. Pengeringan
Rumput laut yang telah dibersihkan kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat Batch Dryer selama 4-6 jam seperti tertera pada Gambar 2 di bawah ini. Alat ini merupakan hasil rakitan Politani Negeri, Pangkep. Pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari ini memerlukan waktu 2-3 hari. Standar kandungan kadar air untuk marga Euchema adalah 15% dan 25 % untuk marga Gracilaria.
c. Pengayakan
Setelah proses pengeringan, pekerjaan dilanjutka dengan tahap pengolahan berikutnya, yaitu pengayak cu Tahap ini bertujuan untuk memisahkan kotoran yan berupa pasir yang masih menempel. Proses air dikerjakan dengan menggunakan mesin pengayak yan juga dirakit oleh Politani Negeri, Pangkep, seperti yang; tampak pada Gambar 3.
Gambar 3. Alat Pengayak
d.Pengepresan
Proses pengolahan terakhir sebelum rumput laut dikirim ke luar negeri adalah pengepresan yaitu dalarr bentuk briket. Pada saat pengepresan disemprotkan KelI yang berkomposisi kalium, soda, yodium dengar konsentrasi 0,5%. Alat pengepres rakitan Politani adalah sepert tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Alat Pengepres
Proses pengolahan pascapanen dan peralatan yang diperkenalkan oleh Politani, Negeri Pangkep untuk mengolah rumput laut ini, ternyata telah membawa berkah kepada para petani dan UKM. Rumput laut kering yang tadinya diolah secara tradisional harga jualnya hanya Rp 4500/kg kini setelah diolah dengan menggunakan proses dan peralatan baru, harga jualnya meningkat menjadi Rp 6.000/kg.
1. Pembersihan membuang kotoran yang masih menempel, seperti: pasir dan batu-batuan.
2. Pengeringan dengan menjemur rumput laut di ata~ para-para. Penjemuran dihentikan apabila rumput laut telah kering yang ditandai dengan keluarny, garam. Bila cuaca cukup baik, kegiatan penjemuran itu memerlukan waktu selama tiga hari.
3. Rumput laut yang telah kering dicuci dengan air tawar apabila akan digunakan sebagai bahan agar Atau dicuci dengan air laut apabila yang akan diambil keraginannya.
2. Pengeringan dengan menjemur rumput laut di ata~ para-para. Penjemuran dihentikan apabila rumput laut telah kering yang ditandai dengan keluarny, garam. Bila cuaca cukup baik, kegiatan penjemuran itu memerlukan waktu selama tiga hari.
3. Rumput laut yang telah kering dicuci dengan air tawar apabila akan digunakan sebagai bahan agar Atau dicuci dengan air laut apabila yang akan diambil keraginannya.
4. Pengeringan kembali dilakukan setelah proses pencucian dengan
menjemurnya kurang lebih selama satu hari. Setelah proses ini diharapkan
didapat rumput laut kering dengan kadar air lebih kurang 28 %.
5. Pengayakan untuk menyingkirkan kotoran yang masih menempel.
Proses pengolahan seperti digambarkan di atas di samping memerlukan waktu yang lama dan tempat yang luas juga hasilnya belum tentu dapat memenuhi standar yang ditetapkan untuk diekspor.
5. Pengayakan untuk menyingkirkan kotoran yang masih menempel.
Proses pengolahan seperti digambarkan di atas di samping memerlukan waktu yang lama dan tempat yang luas juga hasilnya belum tentu dapat memenuhi standar yang ditetapkan untuk diekspor.
Teknologi yang Diperkenalkan Reserta Peralatannya
Ekspor rumput laut kering Indonesia kebanyakan terdiri dari marga Euchema, Gracilaria, Gelidium dan Hypnea. Ekspor itu ditujukan ke negara-negara Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Denmark, Prancis, Selandia Baru, Amerika Serikat, Spanyol, Korea Selatan dan Jerman. Rumput laut kering untuk dapat diekspor harus memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan, seperti bebas dari kandungan kadar air, benda asing (garam, pasir, karang dan kayu) dan tidak berbau.
Masyarakat petani rumput laut Sulawesi Selatan tidak mengekspor semua marga rumput laut yang disebutkan di atas. Mereka mengekspor sesuai dengan marga yang dibudidayakannya, yaitu Euchema dan Glacilaria. Untuk membantu petani rumput laut setempat mengatasi permasalahannya telah diperkenalkan proses penanganan pasca panen baru sebagai berikut.
a. Sortasi
Pada tahap ini dilakukan pembuangan kotoran yang menempel dan rumput laut jenis lain yang tidak dikehendaki.
b. Pengeringan
Rumput laut yang telah dibersihkan kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat Batch Dryer selama 4-6 jam seperti tertera pada Gambar 2 di bawah ini. Alat ini merupakan hasil rakitan Politani Negeri, Pangkep. Pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari ini memerlukan waktu 2-3 hari. Standar kandungan kadar air untuk marga Euchema adalah 15% dan 25 % untuk marga Gracilaria.
c. Pengayakan
Setelah proses pengeringan, pekerjaan dilanjutka dengan tahap pengolahan berikutnya, yaitu pengayak cu Tahap ini bertujuan untuk memisahkan kotoran yan berupa pasir yang masih menempel. Proses air dikerjakan dengan menggunakan mesin pengayak yan juga dirakit oleh Politani Negeri, Pangkep, seperti yang; tampak pada Gambar 3.
Gambar 3. Alat Pengayak
d.Pengepresan
Proses pengolahan terakhir sebelum rumput laut dikirim ke luar negeri adalah pengepresan yaitu dalarr bentuk briket. Pada saat pengepresan disemprotkan KelI yang berkomposisi kalium, soda, yodium dengar konsentrasi 0,5%. Alat pengepres rakitan Politani adalah sepert tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Alat Pengepres
Proses pengolahan pascapanen dan peralatan yang diperkenalkan oleh Politani, Negeri Pangkep untuk mengolah rumput laut ini, ternyata telah membawa berkah kepada para petani dan UKM. Rumput laut kering yang tadinya diolah secara tradisional harga jualnya hanya Rp 4500/kg kini setelah diolah dengan menggunakan proses dan peralatan baru, harga jualnya meningkat menjadi Rp 6.000/kg.
Budidaya Rumput Laut yang Menjanjikan
Majalah TROBOS Edisi JuliRumput
laut kian mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tak main-main,
perhatian tersebut bukan hanya datang dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), tapi juga dari Kementerian Perindustrian. Satu tujuan
yang ingin dicapai, mendirikan industri hilir rumput laut yang yang
mengolah komoditas tersebut sejak awal hingga produk akhir di dalam
negeri.
Tekad itulah yang mengemuka dalam Forum Bisnis dan Investasi Rumput Laut di Surakarta, Jawa Tengah Mei lalu. Wakil Menteri Perindustrian Alex S Retraubun pada acara tersebut mengatakan bahwa rumput laut telah menjadi fokus perhatian dan pengembangan di Kementerian Perindustrian periode 2010 - 2014.
“Kami mentargetkan, setidaknya pada 2012 sudah ada sebuah industri hilir rumput laut yang mengolah komoditas tersebut sejak awal hingga produk akhir di dalam negeri,” ujarnya. Disebutkan Alex, 50% kebutuhan rumput laut dunia yang mencapai 1,9 juta ton per tahun adalah berasal dari Indonesia.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada industri pengolahan rumput laut dari produk awal hingga akhir di tanah air. Rumput laut hanya dijual dalam bentuk bahan mentah. Antara lain ke Jerman, China, Amerika Serikat, Chili, serta Jepang. Mereka selanjutnya mengolah dan menjual rumput laut tersebut dalam bentuk produk jadi dengan harga yang lebih tinggi. “Ini berarti Indonesia hanya berkontribusi menambah kekayaan negara lain. Kita sendiri tidak mendapat nilai tambah," imbuhnya.
Padahal, nilai rumput laut bisa sangat melonjak jika diolah. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, Martani Huseini pada kesempatan yang sama memberikan gambaran sebagai berikut. Dalam bentuk bahan mentah (kering), harga rumput laut (jenis Eucheuma cottonii) berkisar Rp 10.000 per kg. Jika diolah lebih lanjut menjadi Alkali Treated Cottonii Chips (ATCC) atau rumput laut kering potong, harganya menjadi Rp 50.000 per kg.
Tahapan pengolahan berikutnya menghasilkan Semi Refined Carrageenan (SRC) atau karaginan setengah murni yang harganya mencapai Rp 70.000 per kg. Bentuk olahan setelah SRC adalah Refined Carrageenan (RC) atau karaginan murni yang jika digunakan untuk industri harganya mencapai Rp 180.000 per kg dan untuk makanan harganya mencapai Rp 200.000 per kg.
Menurut Martani, usaha rumput laut sangat menguntungkan. Antara lain karena permintaannya yang besar baik di dalam dan luar negeri, modal investasi kecil yang hanya berkisar Rp 5 - 7 juta/unit, mudah diproduksi dan menyerap tenaga kerja. “Karena itulah perlu ada suatu sistem usaha rumput laut yang memadukan aktivitas hulu sampai hilir dalam satu manajemen, yaitu minapolitan industri rumput laut,” tegasnya.
Namun, bagi Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis, tekad dan komitmen saja belum cukup untuk mengembangkan industri rumput laut nasonal. ”Kita belum punya cetak biru, peta dan strategi nasional sehingga tujuan tidak jelas. Faktanya pemerintah seakan berjalan sendiri tanpa bicara dengan swasta. Semua program hanya project oriented (berorientasi proyek). Ini yang harus dirubah dan harus ada monitoring (pemantauan),” Azis tegas mengkritisi.
Menanggapi hal ini, Direktur Pengolahan Hasil Perikanan P2HP KKP, Santoso secara terpisah kembali menggarisbawahi pernyataan Martani. Bahwa minapolitan merupakan desain besar bagi pengembangan industri rumput laut. ”Minapolitan juga sebagai cetak biru dan strategi untuk bergerak ke industri hilir. Di dalamnya sudah ada strategi pengembangan sumber bahan baku, industri dan pendukungnya yang mencakup teknologi, mesin, dan sentra pengolahan,” urainya.
ATCC Tahap Awal
Lepas dari tekad dan komitmen pemerintah yang masih harus ditunggu realisasinya, yang pasti telah ada rencana pengembangan industri pengolahan rumput laut di Indonesia. Sekretaris Direktorat Jenderal P2HP - KKP, Victor PH Nikijuluw secara umum menjelaskan rencana tersebut.
Industri rumput laut yang paling mungkin dikembangkan adalah pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC). Ini jadi pilihan pertama karena Indonesia baru masuk ke industri pengolahan. Selain itu, penggunaan ATC di internasional lebih banyak sehingga peluang ekspor lebih banyak. ”Jadi ATC adalah untuk tahap awal, harapan ke depan bisa sampai mengolah SRC dan RC,” kata Victor.
Selengkapya baca diMajalah TROBOS Edisi Juli 2010Lepas dari tekad dan komitmen pemerintah yang masih harus ditunggu realisasinya, yang pasti telah ada rencana pengembangan industri pengolahan rumput laut di Indonesia. Sekretaris Direktorat Jenderal P2HP - KKP, Victor PH Nikijuluw secara umum menjelaskan rencana tersebut.
Industri rumput laut yang paling mungkin dikembangkan adalah pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC). Ini jadi pilihan pertama karena Indonesia baru masuk ke industri pengolahan. Selain itu, penggunaan ATC di internasional lebih banyak sehingga peluang ekspor lebih banyak. ”Jadi ATC adalah untuk tahap awal, harapan ke depan bisa sampai mengolah SRC dan RC,” kata Victor.
Manfaat Rumput Laut Menanggulangi kanker
Satu lagi
jenis rumput laut yang berprospek cerah pengembangannya selain Eucheuma
cottonii dan Gracilaria yang lebih dulu populer. Rumput laut ini
bernama Caulerpa dari kelompok Chlorophyceae (alga hijau). Jenis rumput
laut ini dikenal sebagai lalapan atau sayuran yang sangat diminati
oleh masyarakat dalam negeri maupun luar seperti Jepang, Korea, China,
dan beberapa negara Eropa.
Rumput laut ini bisa dipanen setelah dua minggu pemeliharaan, jika satu hektar ditebar bibit 500 kg maka panen bisa 2 kali lipatnya
Sayang permintaan itu belum bisa terpenuhi karena produksi hanya mengandalkan hasil alam sehingga terbatas. Sugeng menjelaskan, rumput laut yang juga dikenal sebagai lawi-lawi atau latoh ini masuk dalam kategori tumbuhan tingkat rendah yang hidup dengan menempel pada substrat pasir.
Di beberapa negara Asia, Caulerpa, selain sebagai konsumsi masyarakat juga digunakan sebagai obat pada beberapa jenis penyakit. Hal ini karena Caulerpa mengandung zat antibakteri, antimikroba, antijamur, serta zat bioaktif untuk penyakit tekanan darah tinggi dan tumor.
Untuk ciri-cirinya, berwarna hijau dengan thallus (cabang) berbentuk lembaran, batangan, dan bulatan. Selain itu memiliki tekstur lunak keras dan siphonous. Dengan rumpun berbentuk percabangan dari yang sederhana sampai yang kompleks sebagai representatif dari akar, batang, dan daun yang menjalar.
Sedangkan dalam perkembangbiakannya, lanjuta Sugeng, terjadi dengan perkawinan gamet, spora, dan fragmentasi thallus atau vegetatif. Penyebaran Caulerpa tidak hanya di Takalar dan Parepare saja, tetapi cukup luas yang meliputi pesisir dan terumbu karang di Indonesia. “Seperti di Pulau Jawa terdapat di daerah Jepara dan Yogyakarta,” imbuhnya.
Ia menambahkan, kandungan klorofil (zat hijau dau) rumput laut ini bersifat antikarsinogenik. Juga kandungan serat, selenium, dan seng yang tinggi pada rumput laut ini bisa mereduksi estrogen (jenis hormon), karena disinyalir level estrogen yang terlalu tinggi bisa mendorong timbulnya kanker. Selain itu Caulerpa juga digunakan dalam penggunaan di akuarium untuk ikan hias yang berasal dari laut, sebagai hiasan yang bisa menstabilkan kualitas air dalam akuarium.
Rumput laut ini bisa dipanen setelah dua minggu pemeliharaan, jika satu hektar ditebar bibit 500 kg maka panen bisa 2 kali lipatnya
Tidak
heran jika pasar ekspor Caulerpa saat ini cukup terbuka meski di
beberapa negara seperti Jepang sudah mengembangkan budidayanya. “Tetapi
kebutuhannya masih mengandalkan impor dari Filipina,” jelas Kepala
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar – Sulawesi Selatan, Sugeng
Raharjo. Sementara untuk lokal, “Permintaannya mencapai 1 – 3 ton per
bulan, itu juga belum terpenuhi,” tambahnya.
Sayang permintaan itu belum bisa terpenuhi karena produksi hanya mengandalkan hasil alam sehingga terbatas. Sugeng menjelaskan, rumput laut yang juga dikenal sebagai lawi-lawi atau latoh ini masuk dalam kategori tumbuhan tingkat rendah yang hidup dengan menempel pada substrat pasir.
Di beberapa negara Asia, Caulerpa, selain sebagai konsumsi masyarakat juga digunakan sebagai obat pada beberapa jenis penyakit. Hal ini karena Caulerpa mengandung zat antibakteri, antimikroba, antijamur, serta zat bioaktif untuk penyakit tekanan darah tinggi dan tumor.
Untuk ciri-cirinya, berwarna hijau dengan thallus (cabang) berbentuk lembaran, batangan, dan bulatan. Selain itu memiliki tekstur lunak keras dan siphonous. Dengan rumpun berbentuk percabangan dari yang sederhana sampai yang kompleks sebagai representatif dari akar, batang, dan daun yang menjalar.
Sedangkan dalam perkembangbiakannya, lanjuta Sugeng, terjadi dengan perkawinan gamet, spora, dan fragmentasi thallus atau vegetatif. Penyebaran Caulerpa tidak hanya di Takalar dan Parepare saja, tetapi cukup luas yang meliputi pesisir dan terumbu karang di Indonesia. “Seperti di Pulau Jawa terdapat di daerah Jepara dan Yogyakarta,” imbuhnya.
Ia menambahkan, kandungan klorofil (zat hijau dau) rumput laut ini bersifat antikarsinogenik. Juga kandungan serat, selenium, dan seng yang tinggi pada rumput laut ini bisa mereduksi estrogen (jenis hormon), karena disinyalir level estrogen yang terlalu tinggi bisa mendorong timbulnya kanker. Selain itu Caulerpa juga digunakan dalam penggunaan di akuarium untuk ikan hias yang berasal dari laut, sebagai hiasan yang bisa menstabilkan kualitas air dalam akuarium.
Spesifikasi Ikan Betok
etok umumnya ditemukan di rawa-rawa,
sawah, sungai kecil dan parit-parit, juga pada kolam-kolam yang
mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air terbuka.
Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil. Betok jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar.
Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil. Betok jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar.
Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan
umumnya, betok bernafas dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti
ikan gabus dan lele, betok juga memiliki kemampuan untuk mengambil
oksigen langsung dari udara. Ikan ini memiliki organ labirin (labyrinth organ)
di kepalanya, yang memungkinkan hal itu. Alat ini sangat berguna
manakala ikan mengalami kekeringan dan harus berpindah ke tempat lain
yang masih berair. Betok mampu merayap naik dan berjalan di daratan
dengan menggunakan tutup insang yang dapat dimegarkan, dan berlaku
sebagai semacam ‘kaki depan’. Namun tentu saja ikan ini tidak dapat
terlalu lama bertahan di daratan, dan harus mendapatkan air dalam
beberapa jam atau ia akan mati.
Ikan ini menyebar luas, mulai dari India, Tiongkok hingga Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara di sebelah barat Garis Wallace.
Cara
mendapatkan ikan ini (betok) pada kebanyak daerah dengan dipancing
dengan umpan cacing, akan tetapi ada juga dengan menggunakan jangkrik,
cilung (ulat bambu) akan tetapi di wilayah Kalimantan tengah dan
Banjarmasin kebiasaan penduduk disana memiliki cara tersendiri, yaitu
dengan mencampur telor semut(kroto) dengan getah karet dan dimasak
dengan cara dikukus.Umpan ini selain ikan betok juga dapat sebagai
umpan ikan seluang.
Betok adalah nama sejenis ikan yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Ikan ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti bethok atau bethik (Jw.), puyu (Mly.) atau pepuyu (bahasa Banjar). Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai climbing gouramy atau climbing perch, merujuk pada kemampuannya memanjat ke daratan. Nama ilmiahnya adalah Anabas testudineus (Bloch, 1792).
?Betok | ||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Ikan betok, Anabas testudineus
| ||||||||||||||
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||||
|
Langganan:
Postingan (Atom)