Senin, 02 April 2012

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP





KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

RUMUSAN
SEMINAR NASIONAL
INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP

Bandung, 25- 28 Januari 2012



Dalam rangka memformulasikan berbagai masukan untuk mematangkan konsep pengembangan dan rencana aksi industrialisasi perikanan tangkap dari para pemangku kepentingan (stakeholder), telah diselenggarakan Seminar Nasional Industrialisasi Perikanan Tangkap pada tanggal 25 – 28 Januari 2012 di Bandung, Jawa Barat. Seminar Nasional mengambil tema Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap dalam Rangka Mengakselerasikan Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat.”

Seminar Nasional dibuka oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan dengan peserta: (1) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, (2) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota, (3) Asosiasi, HNSI, dan pelaku usaha perikanan, (4) perwakilan eselon I lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, (6) UPT lingkup Ditjen Perikanan Tangkap, dan (7) jajaran Ditjen Perikanan Tangkap pusat.

Dengan memperhatikan :

1.        Sambutan Selamat Datang dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat  mewakili Gubernur Jawa Barat
2.        Arahan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap
3.        Pemaparan tentang :
(1)         “Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap dalam Konteks Kebijakan Nasional” oleh Deputi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas.
(2)         “Sistem Logistik Ikan Nasional dalam Mendukung Industrialisasi Perikanan Tangkap” oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
(3)         “Konsep Kebijakan Industrialisasi Kelautan dan Perikanan” oleh Kepala Biro Perencanaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
(4)         Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap dalam Kerangka Kebijakan Industri” oleh Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Kementerian Perindustrian.
(5)         Prospek dan Tantangan Pengembangan Perdagangan Internasional Komoditas Perikanan” oleh Direktur Pengembangan Produk Ekspor dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perdagangan.
(6)         Industrialisasi Perikanan Tangkap: Formulasi Strategi Pengembangan Ekonomi Berbasis Sumberdaya Perikanan Tangkap” oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri.
(7)          Industrialisasi Perikanan Tangkap dan Transformasi Sosial-Ekonomi Masyarakat Perikanan” oleh Dr. Arif Satria.
(8)          “Industrialisasi Perikanan dan Hak Nelayan Sejahtera” oleh Reza Damanik.
(9)         Konsep dan Rencana Aksi Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap” oleh Ketua Tim Industrialisasi Perikanan Tangkap.
(10)    “Kebutuhan dan Rencana Aksi Dunia Usaha dalam Pengembangan Industrialisai Perikanan Tangkap” Oleh Syahroni (HNSI Indramayu)
(11)    Dukungan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap” oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Maluku.
(12)    Peran Pelabuhan Perikanan dalam mendukung Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap” oleh Kepala PPS Nizam Zachman, PPS Bungus, PPS Bitung, PPN Palabuhanratu, dan PPN Ambon.
4.        Masukan dan saran dari peserta Seminar Nasional.

Dirumuskan hal-hal sebagai berikut:


I.         KERANGKA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP
1.         Setiap upaya yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan seluruh stakeholder kelautan dan perikanan pada hakikatnya selalu ditujukan untuk: (a) meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan (b) meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan industrialisasi merupakan langkah terobosan, bukan merupakan upaya terpisah dari kebijakan lain atau kebijakan sebelumnya, tetapi merupakan upaya terintegrasi yang saling memperkuat dalam rangka percepatan pencapaian tujuan dimaksud.

2.         Pengembangan industrialisasi kelautan dan perikanan harus selaras dengan rencana Kebijakan Industri Nasional sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008. Kebijakan Industri Nasional tersebut menetapkan Industri Hasil Perikanan dan Laut sebagai Industri Prioritas yang mengupayakan peningkatan pasokan bahan baku (kualitas dan kuantitas), peningkatan jaminan mutu dan keamanan produk, nilai tambah, utilitas industri, kemitraan dan integrasi, dengan berfokus pada komoditi utama yakni tuna, udang dan rumput laut.

3.         Industrialisasi perikanan tangkap merupakan bagian tidak terpisahkan dari industrialisasi kelautan dan perikanan. Industrialisasi perikanan tangkap tidak dipahami hanya untuk mendukung pengembangan industri hilir (pengolahan) semata-mata, tetapi merupakan upaya terintegrasi dari seluruh stakeholder untuk meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing dengan membangun dan mengembangkan sistem produksi yang modern dan terintegrasi di tingkat hulu untuk memasok kebutuhan ikan domestik sekaligus memasok bahan baku produksi produk olahan  perikanan untuk dipasarkan di pasar domestik dan internasional.

4.         Dalam industrialisasi perikanan tangkap yang dikembangkan, termasuk juga adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia serta mentransformasikan sosial ekonomi nelayan,   dari nelayan subsisten dan komersial menuju nelayan industrial yang memiliki orientasi terhadap pasar nilai tambah dan daya saing, memiliki keahlian yang spesifik, memahami teknologi; serta memiliki pengetahuan terhadap peraturan terkait pengelolaan perikanan tangkap baik nasional maupun internasional.

5.         Dalam rangka pengembangan industrialisasi perikanan tangkap, perlu pula adanya Sistem Logistik Ikan Nasional yakni sebuah sistem dengan didukung mekanisme yang tepat untuk mengatur aliran produk/komoditas ikan dalam upaya menjamin pasokan ikan secara kontinyu. Indikator kinerja SLIN adalah sebagai berikut:
(1)    Aspek Kuantitas, yakni produksi ikan mampu memenuhi permintaan konsumen/industri.
(2)    Aspek Kualitas, yakni kualitas ikan yang terjamin.
(3)    Aspek Harga, yakni tidak ada disparitas/perbedaan harga ikan yang tidak rasional antar daerah.
(4)    Aspek Akses/Kemudahan, yakni konsumen/industri dapat mengakses komoditas ikan dengan mudah.
(5)    Aspek Waktu, yakni tersedianya ikan sepanjang waktu/musim/cuaca.


II.      STRATEGI DAN UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP
1.         Strategi yang perlu dikembangkan dalam industrialisasi perikanan tangkap adalah sebagai sebagai berikut:

(1)    Integrasi Hulu Hilir
a.         Mengembangkan sentra produksi di wilayah yang potensial
b.        Mengoptimalkan industri pengolahan di sentra produksi dalam satu kesatuan pengembangan
(2)    Pengembangan Sistem Produksi
a.       Meningkatkan produksi komoditas pilihan utama untuk bahan baku industri dan kebutuhan pangan dalam negeri
b.      Meningkatkan mutu dan kualitas produk serta menjaga kontinuitas produksi
(3)    Peningkatan Sarana dan Prasarana
a.       Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung produksi perikanan, termasuk pengembangan pelabuhan perikanan, jalan produksi, angkutan dan jalur distribusi
b.      Meningkatkan dukungan sarana dan prasarana pengolahan dan pemasaran serta promosi

2.         Strategi industrialisasi perikanan tangkap dijabarkan ke dalam 7 (tujuh) upaya sebagai berikut:
(1)    Penguatan sistem dan manajemen pemulihan sumber daya ikan
(2)    Penguatan sistem dan manajemen pelabuhan perikanan
(3)    Penguatan sistem dan manajemen pendaratan ikan
(4)    Penguatan sistem dan manajemen standarisasi dan modernisasi sarana perikanan tangkap
(5)    Penguatan sistem dan manajemen perijinan
(6)    Penguatan sistem dan manajemen modal dan investasi
(7)    Penguatan sistem dan manajemen usaha nelayan

3.      Dengan berpedoman kepada 7 (tujuh) upaya tersebut, terdapat beberapa langkah teknis strategis yang mendukung pengembangan industrialisasi perikanan tangkap, antara lain:

(1)           Pengembangan dan penggunaan alternatif alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan dan dapat menjamin kelestarian sumber daya ikan antara lain set net.
(2)           Peningkatan efisiensi armada perikanan tradisional/rakyat (≤ 30 GT) secara ramah lingkungan dengan dilengkapi palkah pendingin (cool-box) yang memadai serta penerapan best handling practices selama ikan di atas kapal hingga ke pelabuhan perikanan.
(3)           Pengembangan pola kemitraan di antara nelayan (pemilik dan yang mengoperasikan kapal) dengan BUMN atau perusahaan swasta yang bertanggung jawab dalam pengolahan (processing industry) dan pemasaran hasil perikanan.
(4)           Menjamin seluruh kapal perikanan dapat mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan perikanan dalam rangka menyempurnakan sistem pendataan hasil tangkapan ikan di pelabuhan.
(5)           Setiap pelabuhan perikanan dilengkapi dengan armada angkutan berpendingin (cool-box truck), agar ikan tetap segar atau frozen dari pelabuhan perikanan sampai ke konsumen.
(6)           Memastikan setiap unit industri pengolahan hasil perikanan mempunyai pemasok bahan baku sesuai kapasitasnya.
(7)           Mengkaji pembangunan kawasan industri perikanan modern secara terpadu berbasis perikanan tangkap di wilayah terdepan/perbatasan NKRI (outer fishing ports) dan penggunaan armada kapal perikanan modern (≥ 30 GT inboard engine).
(8)           Mengusahakan penyediaan sarana produksi perikanan tangkap (alat tangkap, BBM dan kebutuhan melaut lainnya) untuk seluruh kapal ikan dengan jumlah mencukupi dan harga terjangkau.
(9)           Penyediaan pinjaman kredit perbankan maupun lembaga non-bank dengan jumlah mencukupi, bunga relatif rendah, dan persyaratan pinjam relatif lunak.
(10)      Peningkatan kegiatan pemberantasan IUU fishing secara tuntas yang meliputi penyempurnaan sistem perizinan, penguatan pengawasan di laut, penyempurnaan sistem peradilan, memperbaiki sistem pendataan hasil tangkapan, dan melengkapi peraturan perundang-undangan yang diperlukan.
(11)      Pengendalian pencemaran, perbaikan eksosistem pesisir yang rusak, dan konservasi biodiversity.
(12)      Restocking dan stock enhacement secara tepat dan benar.
(13)      Perbaikan dan pembangunan infrastruktur dan sarana pembangunan di kawasan industri perikanan dan pemukiman nelayan.
(14)      Penciptaan iklim investasi dan kebijakan politik-ekonomi (fiskal, moneter, ekspor-impor, IPTEK, dll) yang kondusif bagi kinerja subsektor perikanan tangkap.
(15)      Penyempurnaan basis data dan sistem informasi perikanan tangkap.
(16)      Penguatan dan pengembangan kapasitas dan etos kerja nelayan, birokrasi, swasta, peneliti, dan LSM yang terkait dengan perikanan tangkap.


III.   KEBERPIHAKAN KEPADA NELAYAN KECIL DAN DUNIA USAHA DOMESTIK
Dalam konteks pengembangan industrialisasi perikanan tangkap, perlu adanya keberpihakan terhadap nelayan kecil dan dunia usaha domestik. Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain:
(1)    Pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak nelayan tradisional dan menjamin partisipasi nelayan tradisional dalam industrialisasi.
(2)    Optimalisasi peran pemerintah dalam menyelesaikan sejumlah permasalahan teraktual seperti cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, impor ikan, dan penyelewengan BBM bersubsidi.  
(3)    Pengembangakan kapasitas nelayan kecil melalui bimbingan dan pelatihan.
(4)    Memperkuat industrialisasi perikanan tangkap domestik berbasis bahan baku (row materials) lokal serta mengembangkan market intelegensi.


IV.    INDUSTRIALIASI PERIKANAN TANGKAP DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PERDAGANGAN GLOBAL
1.         Industrialiasasi perikanan tangkap harus dapat menjawab isu perdagangan global yang dapat menghambat ekspor ikan nasional, baik yang bersifat hambatan tarif maupun non tarif. Hambatan non tarif antara lain meliputi isu lingkungan, kelestarian sumberdaya ikan, sertifikasi, dan isu keamanan pangan. Oleh karena itu, perlu meningkatkan daya saing dan terus berupaya memenuhi pada standar-standar internasional serta mengacu pada produk sehat dan peduli pada kelestarian lingkungan.

2.         Dalam rangka meningkatkan ekspor ikan nasional, perlu melakukan diversifikasi pasar, khususnya ke negara mitra dagang yang telah mempunyai kerjasama perdagangan bebas (FTA) dan pasar emerging market lainnya, seperti kawasan Asia Pasifik, Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur dan Amerika Latin.


V.       PILOT PROJECT PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TANGKAP
1.       Di tingkat nasional, ditetapkan komoditas tuna (termasuk tongkol dan cakalang) sebagai pilot project industrialisasi perikanan tangkap, dengan alasan sebagai berikut:
(1)      Indonesia merupakan negara produsen tuna dan memiliki fishing ground di ZEEI dan di perairan teritorial antara lain di WPP 572, 573, 714, 716, 717, dan lain-lain
(2)      Tuna merupakan komoditi utama penyumbang devisa penting negara dan memiliki nilai ekspor signifikan.
(3)      Tuna merupakan komoditi highly migratory species yang pengelolaannya dilakukan secara bersama-sama dalam RFMO sehingga Indonesia harus memiliki posisi tawar tinggi.
(4)      Industrialisasi perikanan tuna sangat penting dalam penyerapan tenaga kerja, mendukung pasokan industri domestik dan memperkuat pasar internasional

2.       Dengan komoditas tuna, ditetapkan 5 (lima) lokasi pilot project industrialisasi perikanan tangkap, yakni:
(1)      PPS, Bungus, Kota Padang, Sumatera Barat
(2)      PPS Nizam Zachman, Jakarta Utara, DKI Jakarta
(3)      PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
(4)      PPN Ambon, Kota Ambon, Maluku
(5)      PPS Bitung, Kota Bitung, Sulawesi Utara

3.       Kelima lokasi pilot project pelabuhan perikanan telah siap untuk melaksanakan industrialisasi perikanan tangkap, termasuk dengan berkoordinasi aktif dengan pemerintah daerah setempat baik provinsi maupun kabupaten/kota, serta menggerakkan dukungan dari sektor terkait lainnya.

4.       Kelima provinsi lokasi pilot project telah siap dan mendukung penuh industrialisasi perikanan tangkap baik dari sisi kegiatan dan anggaran untuk pengembangan sarana dan prasarana, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan lain-lain, maupun dari sisi pengembangan regulasi yang mendukung industrialisasi.

5.       Lokasi pelabuhan perikanan atau provinsi/kabupaten/kota yang belum terpilih sebagai lokasi pilot project bersepakat tetap melakukan langkah-langkah dalam kerangka industrialisasi perikanan tangkap berbasis di pelabuhan perikanan masing-masing yang potensial.



VI.    HAL LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN
1.       Masih adanya regulasi yang belum sepenuhnya mendukung pengembangan industralisasi perikanan tangkap. Oleh karena itu, diperlukan review dan penyelarasan regulasi antar kementerian yang dapat mendukung pengembangan kebijakan industrialisasi perikanan tangkap nasional serta koordinasi yang intensif dengan pihak Polri dan TNI AL dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif.

2.       Dalam rangka mendukung pengembangan industrialisasi perikanan tangkap, perlu terlebih dahulu mengembangkan dan merivitalisasi industri yang sudah ada pada saat ini, di samping mendirikan industri yang baru.

3.       Kebutuhan investasi dalam pengembangan industrialisasi perikanan tangkap yang besar sangat tidak mungkin hanya ditopang oleh APBN/APBD. Oleh karena itu, sektor swasta diharapkan mengambil peran yang siginifikan.


Demikian rumusan ini disusun sebagai masukan untuk pengembangan kebijakan serta penyusunan program, kegiatan, dan anggaran industrialisasi perikanan tangkap tahun 2012-2014.



Bandung, 28 Januari 2012

ttd

TIM PERUMUS


                                                                                                                                                
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap
Kementerian Kelautan dan Perikanan

Sekretariat :
Gedung Mina Bahari II - Lantai 12
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat 10110
Tlp. +62-21-351 9070 ext. 1217 -  Fax/Tlp +62 21 352 1781
Email: djpt.program@gmail.com

1 komentar:

  1. Bagaiman solusi, bagi nelayan yang lautnya di ambil alih untuk kepentingan Sumur Minyak?? kerugian kami pertahun mencapai 8,6 miliar.. Pusat tetap diam aja.. padahal sudah terjadi insiden berdarah di tahun 2011.. Salam Nelayan Tiaka, Morowali, Sulawesi tengah..

    kunjungi juga: http://morowalifuture.blogspot.com/

    BalasHapus